Sunday, March 02, 2008

WAKATOBI

JIKA hendak berkunjung ke Wakatobi bulan Juli-September harus siap menghadapi ombak setinggi gunung. Namun, bagi yang berjiwa petualang, ombak besar tidak menjadi halangan untuk mengunjungi gugusan kepulauan di antara Laut Banda dan Laut Flores itu. Bagi yang tidak sanggup menghadapinya, bulan Oktober sampai awal Desember merupakan pilihan terbaik menikmati keindahan di Wakatobi. Begitulah beberapa pesan penduduk Wakatobi yang ditemui di Kota Bau-Bau.

SETELAH menempuh perjalanan 5-6 jam dengan kapal cepat dari Kendari, Bau-Bau menjadi tempat transit masyarakat dan wisatawan yang akan pergi ke Wakatobi. Perjalanan tidak dapat langsung karena jadwal penyeberangan Bau-Bau-Wanci, pintu gerbang Wakatobi terbatas. Lagi pula penyeberangan dengan kapal kayu sekitar satu hari akan sangat melelahkan. Jalur yang biasa dipakai dari Bau-Bau adalah perjalanan darat ke Lasalimu, kecamatan di sebelah tenggara Bau-Bau, sekitar 3 jam. Selanjutnya menyeberang ke Wakatobi. Itu pun jadwal penyeberangan sekali sehari, pukul 06.00. Dapat dibayangkan perjalanan yang sangat tidak praktis, menyita waktu, dan melelahkan.

Sebenarnya Wakatobi tidak hanya mengandalkan transportasi laut dari Bau-Bau atau Lasalimu. Sejak tahun 2001, transportasi udara bisa menjangkau wilayah kepulauan di timur Pulau Buton ini. Sayang, tidak semua bisa memanfaatkannya karena ongkos perjalanan sangat mahal. Kebanyakan wisatawan asing yang berduit yang menggunakannya. Selain itu transportasi udara hanya melayani jalur Denpasar-Wakatobi dengan jadwal tiap 11 hari.
Berdasarkan paparan tersebut, salah besar jika ada yang menyimpulkan bahwa kabupaten pecahan Buton ini terisolasi. Terbukti, setiap hari, tidak tergantung cuaca, masyarakat aktif melakukan pelayaran Wanci-Lasalimu. Bahkan sejak zaman dahulu, mayoritas masyarakat yang termasuk suku Bajau sering berlayar mencari ikan atau merantau ke luar Wakatobi, malahan ke luar Indonesia. Mereka terbiasa hidup di laut dan sanggup beradaptasi dengan alam. Begitu juga dengan wisatawan asing. Tahun 2002 kunjungan wisatawan asing meningkat 22 persen dari tahun sebelumnya 540 orang. Setiap bulan selalu ada wisatawan asing berwisata ke Wakatobi. Bulan Juli-September saat angin timur, kunjungan wisatawan turun 50 persen.

Apa yang sebenarnya menjadi daya tarik Wakatobi? Kepulauan yang juga dikenal dengan sebutan Kepulauan Tukang Besi ini mempunyai 25 gugusan terumbu karang yang masih asli dengan spesies beraneka ragam bentuk. Terumbu karang menjadi habitat berbagai jenis ikan dan makhluk hidup laut lainnya seperti moluska, cacing laut, tumbuhan laut. Ikan hiu, lumba-lumba, dan paus juga menjadi penghuni kawasan ini. Kesemuanya menciptakan taman laut yang indah dan masih alami. Taman laut yang dinilai terbaik di dunia ini sering dijadikan ajang diving dan snorkling bagi para penyelam.

Sejak tahun 1996, kawasan Wakatobi ditetapkan sebagai taman nasional. Penetapan ini menarik minat para peneliti untuk meneliti terumbu karang. Salah satunya adalah Yayasan Pengembangan Wallacea lewat Operasi Wallacea.
Bersamaan dengan penetapan kawasan taman nasional, investor swasta asal Swiss, Lorentz Mader, juga membangun bungalo bertaraf internasional sebagai sarana untuk menikmati keindahan taman laut tersebut. Bungalo yang disebut Wakatobi Dive Resort ini berada pada pulau kecil yang disebut Onemobaa di depan Pulau Tomia. Keberadaan kawasan wisata tersebut sedikit banyak memberi dampak positif bagi penduduk. Selain menciptakan lapangan kerja, masyarakat juga dilibatkan pada pengembangan pariwisata, di antaranya sebagai pemasok kerajinan rakyat tenun Tomia dan pande besi, serta terlibat dalam pertunjukan kesenian budaya.

Kawasan pariwisata juga ada di Pulau Wangi-Wangi, Hoga, pulau di sebelah Kaledupa, dan Binongko. Tahun 2002 tercatat 7 sarana penginapan di Wakatobi yang menyediakan 48 kamar dan 73 tempat tidur. Selain snorkling dan diving, aktivitas pariwisata lain yang bisa dinikmati adalah pemandangan pantai, menyusuri gua, fotografi, berjemur, dan camping.
Pariwisata merupakan kegiatan ekonomi baru bagi Wakatobi dan berprospek baik. Pada tahun anggaran 2002, pariwisata menyumbang Rp 106 juta kepada pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Buton. Tahun anggaran 2003 ditargetkan Rp 130 juta. Diharapkan tahun-tahun anggaran berikutnya pariwisata memberikan sumbangan lebih besar bagi Kabupaten Wakatobi, mengingat PAD Wakatobi tergantung pariwisata.

Sektor lain yang sudah lama menjadi urat nadi kegiatan ekonomi Wakatobi adalah perikanan. Di perairan wilayah ini hidup berbagai jenis ikan karang seperti botana, bendera, beberapa ikan hias, dan napoleon. Selain itu terdapat beberapa ikan ekonomis seperti cakalang, kerapu, sunu, cucut, tuna, dan kakap. Produksi perikanan tahun 2002 mencapai 5.725 ton. Angka ini tidak lebih besar dari produksi perikanan kabupaten induk yang juga mengandalkan perikanan darat.

Maklum saja, sebagian besar nelayan Wakatobi masih mengandalkan perahu tanpa motor. Dari 3.218 armada penangkapan ikan hanya 459 unit motor tempel dan 225 unit kapal motor. Selain itu, armada penangkapan ikan dari negara lain sering menyusup masuk ke perairan Wakatobi. Armada-armada dari luar inilah yang sering menguasai produksi ikan.
Kendala lainnya adalah nelayan Wakatobi dan asing masih menggunakan bahan peledak dan pembiusan untuk menangkap ikan. Hal inilah yang merusak lingkungan terumbu karang. Pemerintah kabupaten sedang berupaya menyadarkan nelayan bahaya kerusakan terumbu karang yang mengurangi populasi ikan.

Hasil perikanan laut tersebut ditampung oleh perusahaan kapal ikan lokal maupun asing. Selanjutnya ikan-ikan tersebut diekspor dalam keadaan hidup atau beku ke Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Ikan napoleon, kerapu, dan lobster dijual sebagai hidangan eksklusif berharga mahal. Sayang, proses ekspor tidak bisa langsung dari Wakatobi karena tidak tersedia pelabuhan laut yang memadai. Biasanya komoditas ini diekspor melalui Makassar.

Nama Wakatobi yang diambil dari nama 4 pulau besar, mempunyai karakteristik khusus, yakni setiap pulau merupakan satu wilayah kecamatan, kecuali Pulau Wangi-Wangi yang terdiri dari 2 kecamatan.

Wangi-Wangi pulau pertama yang dijumpai saat memasuki Kabupaten Wakatobi, menjadi pintu gerbang dan paling dekat dengan Pulau Buton. Di sini terdapat pelabuhan besar yang melayani kapal barang dan penumpang di Desa Wanci.

Penduduk Wangi-Wangi sebagian besar pedagang dan pelaut. Adapun mata pencaharian penduduk Kaledupa adalah hampir 35 persen petani tanaman pangan dan perkebunan.
Jika Pulau Wangi-Wangi menjadi pintu gerbang transportasi laut, Pulau Tomia pintu gerbang transportasi udara. Sementara Pulau Binongko sebagian penduduknya merantau sampai Singapura dan Malaysia. Penduduk yang tinggal hanya kaum perempuan. 

(M Puteri Rosalina/Litbang Kompas)

No comments: