Sunday, April 27, 2008

Seminar dan Diskusi: Dive Resorts and Sustainable Tourism in Indonesia

Sebagian dari upaya mempromosikan Wakatobi dilakukan melalui seminar di forum nasional Deep Indonesia. Liputannya sebagai berikut :

Kajian seminar National Geographic Indonesia mengenai keberadaan operator asing, nasional dan komunitas masyarakat lokal, yang diselenggarakan di Lumba Lumba room, Asembly Hall, Jakarta Convention Centre pada hari minggu, 30 Maret 2008, pukul 15:00-17:00, berlangsung hangat, menyerap peserta lebih dari 110 orang membuat panitia harus menambah kapasitas kursi pada saat seminar hendak dibuka oleh moderator Wayan Veda Santiadji dari WWF.

Tantyo Bangun, chief editor majalah National Geographic Indonesia ikut hadir untuk membuka seminar yang dihadiri oleh Bupati Wakatobi, Hugua yang secara khusus diundang untuk ikut berbicara sore itu. Juga Komeng yang mewakili Elang Ekowisata kepulauan seribu, Paul Batuna dari Murex Dive-Bunaken, Sandra Turok dari Eco Divers-Bunaken dan Bapak Ahyaruddin dari Departemen Budaya dan Pariwisata. Cipto Aji Gunawan juga hadir sebagai salah satu panelis mewakili konsultan wisata bahari.

Beragam kalangan datang untuk menyimak seminar bebas yang digelar untuk memeriahkan acara pameran Deep Indonesia 2008 ini. Termasuk juga di antaranya yang hadir beberapa pagawai pemerintah, pelaku pendidikan universitas negeri, pembaca majalah National Geographic Indonesia, mahasiswa, rekan wartawan daerah hingga prospektus bisnis.

Acara yang berlangsung selama 2 jam tersebut mengangkat tema yang sedikit berusaha menggelitik rasa nasionalis dan pula berusaha mengajak membuka peluang berbisnis warna negara lokal untuk merebut dominasi dive operator asing yang masih merambah. Acara ini pun sekaligus menjadi simbolik pembuka Indonesia Reef 2008 yang akan datang.

(dikutip dari http://indonesiareef.com/?show=blog&id=78)

Thursday, April 24, 2008

Nadine Punya Sertifikat Menyelam

Kamis, 24/4/2008
 
WINDIARTO TJANDRA
JAKARTA, KAMIS - Mungkin banyak yang belum tahu bahwa Putri Indonesia 2005, Nadine Chandrawinata, memiliki hobi lain selain jalan-jalan. Hobi lain itu ialah menyelam. Bahkan untuk yang satu ini Nadine sudah memiliki sertifikat.

Nadine yang memiliki tinggi badan  174 cm dan berat 60 kg itu kagum akan keindahan bawah air Indonesia yang kaya akan berbagai makhluk hidup termasuk terumbu karang dan jenis ikan laut dengan berbagai ukuran.
    
Namun, perempuan kelahiran Hanover, Jerman, 1984, itu prihatin akan banyaknya terumbu karang yang rusak akibat pencarian ikan dengan  bahan peledak. 

"Mungkin cara seperti itu dilakukan karena faktor ekonomi. Karenanya kita perlu melakukan kampanye laut untuk merubah pola pikir dan mangajak mereka untuk turut menjaga lingkungan dan ekosistem," kata putri dari Andy Chandrawinata dan Elfie Chandrawinata itu.
    
Menurut Nadine, Indonesia memiliki kekayaan laut yang berpotensi sebagai modal untuk mengembangkan daerah wisata selam dan sekarang negara kepulauan ini harus menjaganya.
    
Kecintaannya terhadap dunia selam juga ditunjukkan oleh perempuan yang sedang menyelasaikan skripsi S-1nya di bidang Periklanan itu dengan mempromosikan bukunya yang berjudul Nadine, Labor of Love.
    
Buku karya Windiarto Tjandra itu menggambarkan kecantikan Nadine Chandrawinata sebagai Putri Indionesia yang juga pernah tampil pada pemilihan Miss Universe 2006 dan keindahan bawah air Indonesia.
    
Sebagai penyelam yang telah mengetahui dan mengagumi keindahan laut Indonesia, penyuka mie itu juga turut mempromosikan tujuan wisata selam Indonesia di Pameran Selam Asia (Asia Dive Expo) 2008 di Singapura yang berlangsung dari 18 hingga 20 April 2008.
    
Pada kesempatan itu, dia mempromosikan tempat wisata selam Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, yang memiliki keindahan laut dengan berbagai tumbuhan dan binatang laut termasuk terumbu karang dan ikan-ikan yang unik.

Thursday, April 03, 2008

Seru, diskusi soal bisnis selam tanah air

Guna memeriahkan pameran Deep Indonesia 2008 pada 28-30 Maret 2008, National Geographic Indonesia ikut berpartisipasi menggelar diskusi bertajuk "Dive Resort and Sustainable Tourism". Titik berat diskusi adalah "menggugat" fakta bahwa jumlah operator selam asing jauh lebih banyak daripada milik negeri sendiri. Selain itu juga dibahas bagaimana mengelola turisme yang berwawasan lingkungan.

Hadir sebagai narasumber adalah Bupati Wakatobi Hugua, Achyarudin dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang mewakili pemerintah, Sandra Terok dari Edo Divers Bunaken, Paul Batuna dari Murex Dive Bunaken, Komeng dari Elang Ekowisata Pulau Pramuka, Cipto Aji Gunawan, Marine Eco Tourism Development Consultant, dan Hugua, Bupati Wakatobi. 

Hugua bersuara agak kritis dalam melihat fenomena tidak imbangnya jumlah pengusaha resort selam asing dibandingkan dalam negeri. "Orang Indonesia tidak mau melihat hal-hal kecil yang sudah mereka lihat sehari-hari, sehingga orang asing lebih menghargainya," kata Hugua. Selain itu, dia melanjutkan, "orang kita sering kali melihat orang asing lebih hebat sehingga kita kurang berani. Kalaupun berani, dalam berusaha orang kita cenderung langsung menyaingi bukan mencoba mencipta yang lebih baik.

Sementara itu, dalam presentasinya Achyarudin mengemukakan alasan mengapa wisata selam domestik justru dikuasai oleh pihak asing. "Karena usaha ini lebih dulu dikenal di luar negeri dan mereka lebih memiliki pengetahuan terhadap industri ini," ujarnya. Karenanya, belum banyak pengusaha Indonesia yang memahami industri ini.

Hal berbeda disampaikan Sandra Terok. Dominasi asing, jelas Sandra, disebabkan oleh keberanian mereka berinvestasi. "Penguasaan bahasa asing sesuai negara asal konsumen ikut memengaruhi lakunya dive operator mereka," tegas Sandra. Di sisi lain, konsumen dalam negeri sendiri masih belum banyak karena sarana transportasi dirasakan masih mahal. "Pendidikan lingkungan juga penting karena akan meningkatkan minat terhadap kegiatan selam," tambahnya.




Pendapat senada disampaikan Komeng dari Elang Ekowisata. Di Kep Seribu saat ini banyak resor yang mati suri. "Selain dianggap mahal, ekosistem di Kep Seribu juga banyak yang sudah rusak. Karenanya Elang berupaya mengembalikan ekosistem dengan melakukan transplantasi dan pendidikan lingkungan bagi anak-anak sekolah di P Pramuka untuk mengenal kehidupan bawah laut.

Upaya yang dilakukan Elang selain melakukan transplantasi adalah melakukan pendidikan lingkungan bagi anak2 sekolah di Pulau Pramuka untuk mengenal kehidupan bawah laut. Mereka secara bergiliran diajak dan diajari untuk mampu snorkling. Diharapkan pengetahuan dan minat mereka terhadap laut akan meningkat.

Lalu bagaimana cara agar pengusaha kita bisa bersaing? Cipto Aji Gunawan menawarkan empat hal: pengetahuan, ketegaran, kapital, dan penjangkauan pasar. "SDM kita yang berkualitas masih sedikit. Dan dari yang sedikit tersebut tidak banyak yang berminat membuka usaha diving," tukas Cipto.

 

Diskusi yang dimoderatori oleh Veda Santiadji dari WWF-Indonesia ini diwarnai dengan tanggapan dan pertanyaan dari puluhan peserta diskusi. Salah seorang penanggap menyatakan kelemahan kita adalah kurangnya communication marketing ke generasi muda. Nada kritis terhadap departemen terkait (Budpar) juga terlontar dari Kirtya (Grand Komodo). Budpar, jelasnya, tidak banyak mendukung pengembangan wisata bahari. "Sebabnya, jabatan dalam direktorat terkait tidak diduduki oleh orang yang tepat."*** (Foto-foto: Debbie Hanna)