Saturday, September 09, 2006

Wakatobi, Geliat Wisata Taman Nasional

Pasir putih terhampar sepanjang pesisir. Nyiur melambai disapu angin pantai. Saat laut surut, keindahan alam bawah laut kian menggoda. Ikan-ikan bercumbu di sela-sela terumbu karang. Keindahan itu bisa disaksikan cukup dengan mata telanjang. Wakatobi, di sanalah, pesona alam nan surgawi.
Wakatobi adalah nama yang diambil dari kependekan pulau terbesar yakni Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko yang terletak di sebelah tenggara Sulawesi. Dahulu, orang menyebutnya di Kepulauan Tukang Besi. Kawasan seluas 1,39 juta hektare itulah yang kemudian dijadikan taman nasional laut pada tahun 1996. Luas kawasan itu pula yang menjadi disahkan sebagai Kabupaten Wakatobi pada tahun 2004.
"Taman Laut Nasional Kepulauan Wakatobi menjadi harapan kami. Kewajiban saya adalah menjaga agar ekosistem taman nasional tidak rusak. Selain itu, pengembangan sumber daya Wakatobi hendaknya dapat dilakukan oleh masyarakat setempat," kata Penjabat Bupati Wakatobi HAM, Madra ketika menyambut rombongan wartawan baru-baru ini. Sektor pariwisata Wakatobi memang sedang menggeliat. Pemda setempat terus membenahi infrastruktur untuk menunjang pengembangan pariwisata. Hingga kini, arus kunjungan wisata telah mencapai 3.000-5.000 orang per tahun. Namun, kunjungan wisata masih didominasi turis asing asal Eropa dan Amerika.
Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (TNKW) memang merupakan taman laut terbesar kedua setelah Taman Nasional laut Teluk Cendrawasih di Papua. Di kepulauan ini, banyak orang mengagumi pesona Karang Kaledupa yang merupakan karang terluas dan terpanjang di Indonesia. TNKW memang terletak di kawasan Segitiga Terumbu Karang Dunia.
Kepulauan Wakatobi memiliki 25 gugusan terumbu karang. Terumbu karang tersebar di antara 37 pulau yang ada. Di kepulauan ini, baru enam pulau saja yang dihuni. Sementara hanya 11 pulau yang memiliki nama. Sisanya, 31 pulau masih tak bernama dan belum dikelola. Para wisatawan yang datang , umumnya melakukan kegiatan selam, snorkeling, berenang, berkemah dan wisata budaya.
Keindahan alam Wakatobi memang berasal dari kekayaan sumber daya alamnya. Kajian ekologi yang dilakukan The Nature Conservancy (TNC) dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada tahun 2003 menemukan 396 jenis karang batu penyusun terumbu karang. Di kawasan itu, sebanyak 590 jenis ikan ditemukan berkembang biak. Untuk melihat upaya konservasi di Wakatobi, WWF dan TNC mengundang para wartawan dari Jakarta dan Kendari. Dari Kendari, rombongan menuju Bau-Bau dan melanjutkan perjalanan dengan kapal Phinisi bernama Menami. Dengan kapal bermesin itu, kami mengunjungi pulau-pulau di Wakatobi.
Musim Kunjungan Jika menggemari olahraga selam, situs penyelaman di Wakatobi sampai ratusan jumlahnya. Seorang pengusaha asal Swiss bernama Lorenz Mader bahkan telah membuka Wakatobi Dive Resort, yang menawarkan wisata selam. Resor tersebut malah sudah dilengkapi dengan bandara perintis, yang melayani turis langsung dari Bali. "Musim kunjungan terbaik adalah bulan April sampai Juni dan Oktober sampai Desember. Di luar bulan itu, ombak terlalu besar sehingga terlalu berisiko untuk melakukan perjalanan," kata Maaruji, warga se- tempat.
Selain Wakatobi Resort, ada beberapa perusahaan yang mengurus kunjungan wisatawan ke Wakatobi dan kawasan wisata lainnya di Kabupaten Buton, antara lain Badan Pengembangan Wallacea (Jakarta) dan Wolio Travel (Baubau). Biasanya, wisata-wan juga dapat menggunakan kapal besar dari Kendari. Jarak Kendari-Wakatobi dapat ditempuh dalam waktu 16 jam.
Wisatawan yang berkunjung ke TNKW dapat menginap di 63 bungalow, milik pemda di Pulau Hoga. Sementara PT Wakatobi Dive Resort mengelola Pulau Onemobaa, pulau kecil berpasir putih secara eksklusif. Namun paket wisata di sana relatif mahal. Sementara di Pulau Hoga, sebelah utara Pulau Kaledupa, tarif menginap di satu bungalow masih Rp 50.000, per malam.
Masing-masing pulau tersebut berstatus pemerintahan kecamatan. Kepulauan yang terletak di Laut Banda itu berjarak 150-200 mil dari Baubau, ibu kota Kabupaten Buton. Dahulu Wakatobi memang menjadi bagian dengan Kabupaten Buton. Itu sebabnya, sebagian wisatawan kadang juga memilih rute Kendari - Bau-Bau - Wanci. "Setiap hari, ada dua kali kapal cepat, dengan lama 5 jam perjalanan. Ada juga kapal kayu, tetapi memakan waktu 12 jam perjalanan. Kota Wanci di Pulau Wangi-wangi adalah pintu gerbang Wakatobi," papar Outreach & Community Development Coordinator WWF Indonesia, Veda Santiadji.
Daya Tarik Menurut Monitoring & Surveilance Coordinator TNC, Anton Wijonarno, sejak berstatus taman nasional, Wakatobi terus mengembangkan program konservasi sumber daya alam. Tujuannya adalah melestarikan kekayaan sumber daya alam flora dan fauna baik di luar maupun di darat. "Berkat keanekaragaman terumbu karang, Wakatobi memiliki keistimewaan biota laut. Selain berlimpah sumber daya laut, kepulauan ini juga mempunyai kekayaan fauna and flora spesies langka," ujarnya.
Di perairan Wakatobi, para nelayan tradisional cukup mudah mendapatkan ikan. Populasi ikan tersebut memang sangat bergantung dengan keberadaan terumbu karang. Oleh karena itu, praktik penangkapan ikan dengan bom atau obat bius cukup meresahkan. Hal itu mulai disadari setelah WWF dan TNC melakukan edukasi terhadap masyarakat setempat.
"Kami juga mencoba mengupayakan peran petani rumput laut. Kalau banyak petani rumput laut, otomatis nelayan pembom akan takut. Mereka saling bertentangan karena rumput laut akan rusak," ujar Kepala Balai TNKW, Syihabuddin. Perairan Wakatobi sangat kaya dengan sumber daya laut. Setelah mengenal rumpon, para nelayan makin mudah mendapatkan ikan. Seekor ikan tuna dengan berat 4 kg dijual dengan harga Rp 20.000.
Berbagai spesies ikan memang dapat ditemukan dengan mudah. Mulai dari kakap, kerapu, ekor kuning, tuna, napoleon, sampai hiu. Jika beruntung, wisatawan juga dapat menyaksikan iringan lumba-lumba berenang dari atas kapal.
Tiga bulan sekali, beberapa kapal pengumpul ikan berlabuh di perairan Tomia. Kapal-kapal itu membeli ikan dari para nelayan setempat. Hampir sebulan penuh, mereka mengisi muatan. Salah satu kapal pengumpul malah berasal dari Muara Baru, Jakarta. Menurut mereka, ikan-ikan itu akan dipasok untuk pasar-pasar Jakarta. Jika waktu perjalanan mencapai dua minggu, bisa dibayangkan, berapa lama ikan-ikan dalam pengawetan?
Wakatobi tidak hanya punya daya tarik alam. Di kepulauan itu, ada beberapa perkampungan Suku Bajo yang didirikan di atas laut. Mereka dikenal sebagai pelaut tangguh. Para nelayan Bajo juga dikenal mampu menangkap ikan hanya dengan tombak. Di pulau Kaledupa dan Binongko, wisatawan dapat membeli kain tenun hasil kerajinan penduduk setempat. Sehelai kain tenun ikat dijual dengan harga Rp 100.000- Rp 200.000.
Di Kaledupa, kerajinan yang dikenal adalah kain sarung Wuray dan tikar lipat. Jika mampir ke Pulau Binongko, jangan ragu mengunjungi lokasi para pengrajin besi. Dari para pengrajin inilah, Wakatobi dikenal sebagai kepulauan Tukang Besi. Menikmati keindahan alam Wakatobi rasanya tak cukup hitungan hari. Keanekaragaman flora dan faunanya begitu memanjakan mata. Tak kunjung puas orang mengagumi pesonanya.
Setelah sauh diangkat, Menami membawa kami pulang. Jauh di sanubari, kami pun berjanji. Wakatobi, suatu hari nanti, kami kan kembali. [Pembaruan/Unggul Wirawan]
Last modified: 15/6/06 SUARA PEMBARUAN DAILY